(CATATAN LEPAS DARI SMPK SAN DANIEL OEPOLI)
Pandemic Corona Virus Covid 19 sudahberjalan hampir setengah semester.
Kegiatan belajar mengajar mengalami gangguan. Usaha demi usaha diinisiasi oleh Kemendikbud
untuk tetap menjembatani anak-anak dan sekolah. Belajar dari Rumah (BDR) atau
Learn From Home (LFH) secara online adalah salah satu pilihan. Sekolah-sekolah
di pedalaman juga mengikuti anjuran pemerintah untuk Belajar dari Rumah. Ketaatan
pada protocol pemerintah juga tetap dijaga. Media untuk melaksanakan BDR bervariasi. Ada internet, Televisi dan Radio. Namun,
kendala kami jumpai di lapangan, terutama untuk daerah pinggiran dan pedesaan. Jika
menggunakan internet maka kendala utama adalah jaringan Internet dan sarana Handphone.
Jika menggunakan Televisi maka kendalanya pada Listrik dan kepemilikan Televisi.
Jika menggunakan Radio maka kendala utamanya, tangkapan frekuensi yang
terhambat.
Oleh Karena itu, di SMPK San Daniel, kami mencoba dua alternatif, secara konvensional
dan mileneal. Secara konvensional, para guru mengantarkan langsung tugas dan salinan
materi dari rumah kerumah sambil tetap mengikuti anjuran/protocol dari pemerintah.
Secara mileneal, para Guru menginput materi dalam server sekolah dan para siswa
dibagi kedalam kelompok kecil untuk bias dating ke sekolah dan mengakses pelajaran
dan tugas.
Secara konvensional, materi-materi dari Guru diantar langsung kepada siswa.
Namun hal ini mengalami kesulitan antara lain, para siswa lebih banyak berada
di sawah dan kebun pada musim panen ini, para siswa memilih ke kampong asal mereka
karena isu-isu hoaks soal corona yang menakutkan. Namun dewan Guru tetap berusaha
dengan segala cara agar tugas dan materi belajar tetap sampai ke tangan siswa,
walaupun belum semua anak.
Secara modern atau mileneal, pihak sekolah memanfaatkan jaringan wifi sekolah
untuk bias membuka akses kepada siswa. Namun, materi pembelajaran para Guru
belum semuanya tercover dalam web sekolah oleh sebab persiapan yang mendadak saat
pandemic tiba. Akses materi dan tugas oleh siswa juga belum semuanya diakomodir
Karena terhambat sarana laptop dan android yang masih minim.
Setiap sekolah di pedesaan tentu mengalami kendala yang sama. Rapat Dewan
Guru tidak bias menggunakan aplikasi zoom oleh karena sarana dan juga fasilitas
lainnya. Namun kendala kendala itu tidak mematahkan semangat setiap guru untuk terus
berbagi informasi satu sama lain, baik secara lisan maupun melalui telepon dan
media sosial atau bahkan dalam pejumpaan di sawah dan ladang.
Sampai sejauh ini kegiatan pembelajaran untuk para siswa belum menjangkau keseluruhan.
Beberapa kenyataan konkrit soal hambatan
dapat kami sampaikan di sini. Dari 196 peserta didik, hanya 15 Peserta didik
yang memiliki Televisi atau menumpang para Orang Tua Wali atau keluarga yang
punya. Selebihnya tidak memiliki Televisi. Siswa yang sudah memiliki penerangan
listrik sebanyak 112, sedangkan yang lainnya belum. Siswa yang orang tuanya memiliki
HP Android ada 13 sedangkan yang lainnya tidak. Terdapat 35 HP milik orang tua siswa
yang tidak bisa mengakses data karena merk HP adalah Telemor, Ando dan Nokia
Senter. Radio hanya dimiliki oleh 12 orang tua siswa, tetapi itu pun tidak bisa
menangkap frekuensi pembelajaran dari RRI mana pun kecuali berada di pesisir pantai
Oebase yang berjarak 2 Kilo dari perumahan mereka untuk menangkap Frekuensi dari
Pulau Lembata dan Alor. Itu pun hilang muncul, kecuali tetap berdiri terpaku tanpa
bergerak dan tetap harus jaga GSM (Geser Sedikit Mati). Siswa yang mampu secara
finansial dari kategori pekerjaan orang tua sebagai PNS hanya 1 siswa.
Pihak sekolah dengan segala pertimbangan telah membelanjakan dana sekolah sebesar
96 juta untuk pengadaan Pemancar penangkap sinyal yang
didesain untuk rural area. Tawaran satelit Ubique sempat diadakan namun
dibatalkan karena mempertimbangkan kondisi cuaca di daerah pantai utara yang
memiliki musim Timur dan Barat cukup ekstrim serta biaya. Dengan memilih dan membeli
Pemancar Tower sendiri maka desain pembelajaran bisa menggunakan web sekolah.
Namun kembali lagi pada kenyataan. Persiapan ini sangat mendadak. Kami belum
sepenuhnya siap secara teknis menanggapi perubahan sistem dan metode
pembelajaran berbasis Daring.
Pihak Telkomsel telah melakukan tahapan pekerjaan pertama untuk mengupgrade
jaringan menjadi 4G untuk BTS Oepoli. Namun terkendala birokrasi, usulan ini
akan terealisasi baru pada bulan Mei dan Juni nanti.
Pembelanjaan untuk paket data internet sedang direvisi dan menunggu
pengesahan untuk wilayah Amfoang Timur pada 18 Mei nanti. Sebuah kesulitan
dalam revisi akan kami hadapi oleh karena paket data yang akan digunakan bukan
paket dari brand Indonesia melainkan Timor Leste, dengan menggunakan kartu
akses bernama Telemor. Pulsa data dalam paket Telemor tidak seperti milik warga
+62, melainkan disesuaikan dengan kebutuhan warga +670 yang dirupiahkan menjadi
25.000/pulsa Rp. 10.000. Namun tetap ditempuh cara ini untuk masa depan guru
dan peserta didik.