Selasa 8 Oktober 2019 bertempat di aula SDK St Arnoldus Penfui diadakan
acara perpisahan dengan Bernadetha Banu yang telah memasuki usia purna bakti.
Acara ini dihadiri oleh perwakilan Yayasan, para kepala sekolah tetangga,
komite sekolah, bapa ibu guru purna bakti SDK bersangkutan, para mahasiswa PPL
dari STIPAS KAK dan guru PPG dari Undana. Acara ini dimeriahkan dengan aneka hiburan
dari para siswa berupa tarian, puisi dan
lagu dari para guru.
Bernadetha yang telah memasuki usia purna bakti adalah seorang putri kelahiran
Eban Kefamenanu tahun 1959 sejak tamat
dari SPG pada tahun 1982. Ia adalah sosok yang telah sekian lama menunjukan kecintaannya
akan profesinya sebagai guru. Hidup bersama keluarga di sebuah dusun
kecil Fatuneno dulu membuatnya tegar dan harus mulai memperjuangkan hidup. Inilah perjuangan awal yang harus ditempuh
oleh Bernadetha, seorang guru baru yang setiap hari berjalan kaki menempuh perjalanan
4 KM untuk bisa sampai pada SDN Fatupau
Eban TTU, sekolah tempat pertama
kali ia mengabdikan diri sebagai abdi negaranb (ASN).
Dikisahkan saat sambutannya pada
acara perpisahan di SDK St. Arnoldus Penfui Kupang, tempatnya berkarya hingga
purna bakti bahwa walaupun sudah diangkat menjadi CPNS namun belum
menerima gaji selama beberapa bulan
tetapi tidak memupuskan semangat dan cintanya pada tanggung jawabnya sebagai guru pada saat itu. Ketika ditanyakan mengapa
begitu setia menjadi guru, dia hanya menjawab, “inilah panggilanku”. Hal ini ditunjukkan dengan kedisiplinannya masuk sekolah selama masa
pengabdiannya. Disiplin menjadi karakter
dirinya dan itu yang membuat dirinya kokoh.
Lebih lanjut dia menceritakan
bagaimana dia bisa sampai ke Kota Kupang. Baginya sebagai anak desa tentunya mempunyai
kerinduan yang besar untuk mengadu nasib
di kota provinsi. Impian itu menjadi
kenyataan. Seorang pemuda asal Eban
bernama Blasius Naben melamarnya pada tahun 1983 dan pada tahun 1987 mereka membangun
bahtera rumah tangga bersama dan pindah ke Kupang.
Pada bulan September 1987 mendapat Surat Keputusan dari Ketua Yayasan
Swasti Sari Keuskupan Agung Kupang
menjadi guru di SDK St Arnoldus
Penfui sambil menunggu SK penempatan dari pemerintah. Ternyata selang sebulan yaitu pada bulan Oktober pada tahun yang sama SK dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota
Kupang terbit dan penempatannya di sekolah
yang sama. Sebagai akhir kata, Bernadetha
yang menjadi kepala sekolah sejak bulan November 2012 itu berpesan kepada para
guru SDK St Arnoldus Penfui bahwa “ hidup berkorban untuk anak didik kita,
Tuhan pasti menambah usia kita, tetapi kalau kita selalu absen dalam tugas
Tuhan pun akan mengurangi umur kita”.
Pada sambutan dari Ketua Komite SDK St Arnoldus Penfui, dia berpesan bahwa walaupun ibu Bernadetha
Banu sudah masuk masa purna bakti maka
kita berpisah tetapi semangat dan teladannya tetap menyatu dengan kita karena menginspirasi dalam tugas dan karya di SD ini. Lebih lanjut kepala sekolah baru Maksimus Usfinit berpesan kepada Bernadetha bahwa hal
baik yang telah tanamkan dan
telah programkannya untuk SDK St Arnoldus Penfui akan dilanjutkan, dan yang
kurang akan dibenahi.
Ketika ditanya beberapa siswa mengenai kesaksian mereka terhadap ibu Bernadetha, Gebi siswa kelas V mengakui
bahwa ibu Detha sapaan akrabnya adalah ibu yang sangat baik, penuh perhatian
dan disiplin. Hal ini juga diakui oleh temannya Marta dan Olivia. Marta menambahkan ibu mengajar kami untuk
menjaga lingkungan agar lingkungan harus bersih. Karena lingkungan bersih kami belajar juga
lebih semangat dan menyenangkan.
Demikian juga menurut Santus salah
seorang guru kelas III, bahwa ibu tidak memandang siapa-siapa, dia
memperlakukan kami semua guru sama. Kalau kami berbuat salah dia panggil dan menegurnya.
Pada saat sambutan setelah makan siang bersama, Kepala Bidang Kurlitbang
Yaswari, Rafael Riantoby mewakili
yayasan, menandaskan bahwa kunci keberhasilan sebuah lembaga pendidikan terletak
pada diri seorang kepala sekolah.
Bagaimana peran dan strategi kepala sekolah untuk memajukan dan
meningkatkan mutu pendidikan. Rafael berpesan
kepada kepala sekolah baru agar meneruskan apa yang sudah baik dilakukan oleh
kepala sekolah terdahulu dan perlu membangun kerja sama dengan semua komponen
yaitu para guru dan pegawai, pemerintah, yayasan, gereja, komite dan masyarakat
di sekitarnya. Rafael menambahkan, Jadikan pendidikan itu sebagai atap yang
menaungi manusia dari badai kebodohan dan
dinding yang melindungi manusia dari kehancuran dan tanah tempat berpijak yang
menjadikannya kokoh berdiri selamanya. (Riantoby).