Gaya Belajar Anak


Saat doa pagi, ibu kepala sekolah belum nampak. Guru-guru menuju ke kelas masing-masing untuk pelajaran jam pertama. Tidak terdengar nyanyian anak-anak di kelas, yang kedengaran suara guru untuk memberikan informasi dan juga ada yang memberikan apersepsi pembelajaran hari ini.  Sambil mengamati situasi di halaman sekolah saat itu juga jawaban muncul di mana keberadaan kepala sekolah.  Ibu Yo sapaan sehari-hari yang kini menjadi penjabat kepala sekolah terlihat sedang merawat bunga-bunga yang ada di depan kelas.  Ternyata bunga-bunga itu dibawa anak-anak untuk memberikan keindahan di masing-masing depan kelas.  Ibu Yo menandaskan bahwa anak-anak dilatih untuk merawat bunga sehingga akan menjadi kecintaan mereka.  Ini juga akan membangun karakter anak akan kepedulian terhadap lingkungan.
Lebih lanjut Ibu Yo menyampaikan bahwa sekarang dia harus banyak belajar. Sebagai penjabat kepala sekolah yang baru membutuhkan data, informasi untuk dijadikan sebagai dasar memberikan pembinaan kepada guru-guru dan juga informasi kepada orang tua anak untuk bersama-sama mendampingi anak belajar.
Pengalaman di lapangan menunjukan bahwa ada kesenjangan antara kurikulum yang direncanakan dengan pelaksanaan di lapangan.  Ketika Kurikulum 2013 bergulir,  guru dihadapkan dengan berbagai persoalan pada bahasa kedinasan yang kurang mempertimbangan kualifikasi dan keprofesian guru.  Yang paling diutamakan adalah penekanan administrasi yang dipahami guru secara tidak komperhensif.  Guru belajar seolah-olah tentang kurikulum, yang penting apa yang ada dalam buku pegangan diajarkan kepada anak.  Kecendrungan penekanan kurikulum 2013 pada less is more kurang diindahkan,  “anak tahu sedikit tentang hal yang banyak”.  Padahalprinsip less is more agar lebih banyak diberi kesempatan kepada anak memiliki banyak waktu untuk bereksplorasi, menemukan sendiri dan mengolah materi yang dipelajari secara kritis dan reflektif.  Landasan ini akan dijadikan dasar bagi Ibu Yo bersama denga para guru meningkatkan mutu pendidikan di SDK Don Bosko 2.
Sambil berdiskusi dengan Ibu Yo, di sela-sela jendela terlihat anak-anak kelas 4 SDK Don Bosko 2 sedang belajar matematika.  Guru kelasnya Ibu Meli menggunakan metode diskusi.  Anak-anak duduk berkelompok sambil mendiskusikan pemecahan soal matematika yang diberikan ibu gurunya.  Ketika ditanya apakah proses pembelajaran selama ini hanya terjadi dalam kelas atau juga sering belajar di luar kelas.  Ternyata anak-anak juga belajar di luar kelas seperti materi sumber energy.  Anak-anak mempraktikan membuat kincir angin.  Untuk membuktikan sumber energy angin menggerakan kincir angin anak- anak membawa lari kincir angin dan pada saat itu juga kincir angin akan berputar sebagai salah satu bukti angin sebagai sumber energy. 
Cherry  salah seorang siswa kelas 4 sangat senang belajar sambil mempraktikan.  Setelah kami praktikan baru kami mengambil kesimpulan, demikian Leonard menambahkan.
Proses  pembelajaran bukan hanya terjadi di kelas saja tetapi juga di luar kelas. Hampir setiap kunjungan ke sekolah jarang ditemukan seorang guru membawa anak belajar di luar kelas.  Apakah karena situasi yang tidak memungkinkan, halamannya sempit, situasi di luar ribut.  Proses pembelajaran tidak selamanya membutuhkan situasi di sekitar anak tenang, yang paling dibutuhkan adalah bagaimana guru menciptakan situasi batin anak tenang. Anak diajak untuk berkonsentrasi tenang dengan dirinya dan lingkungannya.  Dengan demikian tahap awal proses pembelajaran tercipta yaitu anak berkonsentrasi, memfokuskan pikirannya pada objek pembelajaran.
Seorang  anak belajar secara akademik yang merupakan salah satu aspek penting dalam rangka anak itu mengembangkan kemampuan berpikir, kecerdasan emosi dan bahasa serta kemampuan motorik kasar maupun motorik halusnya.  Aspek ini menjadi pembekalan anak untuk mengembangkan life skill untuk menghidupi hidup dan kehidupannya di masa depan.  Untuk itu, seorang guru dituntut untuk mengenal secara personal bagaimana gaya pembelajaran anak.  Setiap anak tentunya mempunyai gaya pembelajaran yang tidak sama.

Ada tiga gaya pembelajaran anak yang perlu diketahui oleh seorang guru.  Pertama, visual yaitu belajar dengan caramelihat. Guru diminta memilih model pembelajaran yang sesuai dengangaya pembelajaran anak. Guru sebaiknya lebih menggunakan media pembelajaran atau alat peraga.  Dengan menunjukan alat peraga atau menayangkan lewat LCD anak-anak lebih cepat menangkap materi yang diajarkan.  Di dalam kelas anak visual   lebih suka mencatat sampai detail  untuk mendapatkan informasi.
Kedua, Auditori yaitu belajar dengan cara mendengarkan.  Anak yang bertipe auditori mengandalkan keberhasiln belajar melalui telinga.  Untuk itu, metode diskusi yang digunakan guru sangat cocok.  Anak auditori lebih senang belajar berkelompok dari pada belajar mandiri.
Ketiga, kinestetik yaitu belajar dengan cara bergerak, bekerja dan menyentuh.  Anak yang belajar kinestetik belajar melalui bergerak, menyentuh dan melakukan.  Anak-anak seperti ini tidak betah duduk berjam-jam, keinginan untuk beraktivitas, eksplorasi lebih dominan.  Untuk itu, anak-anak ditantang dengan pemberian materi dan praktik agar anak mengeksplorasi dan menemukan sendiri pendalaman materi yang di berikan gurunya.
Dengan berpedoman pada tiga gaya belajar anak maka guru dituntut untuk memilih dan menggunakan model pembelajaran, pendekatan pembelajaran dan metode yang digunakan harus disesuaikan dengan karakteristik anak.  Karakteristik anak dan lingkungan dapat dijadikan pertimbangan dalam mendisain proses pembelajaran.  Prinsip less is more  yaitu perlu keberanian sekolah menata kembali silabus dan membuat pemetaan kompetensi dasar sehingga guru dapat menentukan mana yang bersifat kosmetik dan mana yang substansi pelajaran mumpung sekolah diberi otonomi untuk menghidupkan sebuah kurikulum.  Jangan sampai guru dipasung kreativitas daya ciptanya. (r.riantoby).

page